IDE AWAL
Festival Mosintuwu berawal dari diskusi dan proses belajar bersama di kelas Sekolah Perempuan Mosintuwu diikuti dengan serangkaian pelatihan dan lokakarya tentang desa. Proses belajar bersama berlangsung sejak tahun 2010, di 80 desa/kelurahan di Kabupaten Poso dan Morowali diikuti 523 anggota sekolah perempuan, 750 anak-anak dan anak muda, 1000-an partisipasi masyarakat desa/kelurahan lainnya. Ini dilanjutkan dalam kelas-kelas Sekolah Pembaharu Desa di 22 desa di Kabupaten Poso sejak tahun 2019 yang membicarakan dan mengelisahkan kembali konsep kemakmuran dan kedaulatan desa, serta perjalanan Ekspedisi Poso sejak 2019 , dan perjalanan kebudayaan yang memaknai ulang filosofi Pombepotowe, Pombepatuwu, Pombetubunaka manusia dan dengan alam.
Seluruh proses belajar bersama ini mendekatkan pengenalan atas bumi yang ditinggali, keanekaragaman hayati yang menghidupi, kekayaan tradisi dan budaya yang merespon balam dengan bijak. Pada akhirnya menghasilkan sebuah mimpi tentang masyarakat desa yang makmur, berdaulat secara ekonomi, sosial, budaya dan politik. Mimpi ini perlahan dikerjakan bersama dengan mengingat, menjaga sejarah dan kebudayaan yang hidup dari alam serta merayakannya. Kekayaan alam desa dikelola dengan kearifan lokal misalnya pengelolaan Danau Poso melalui tradisi Mosango, Wayamasapi, Monyilo atau sistem pertanian seperti Mompaho. Demikian juga, kehidupan masyarakat mengakar pada kebudayaan Pombepotowe, Pombepatuwu, Pombetubunaka misalnya Mesale, Mosintuwu, Molimbu. Sayangnya, globalisasi dan teknologi yang antara lain membawa produksi massal makanan oleh pabrik, mulai menggeser nilai-nilai Mosintuwu di Tana Poso. Ini mendorong hadirnya festival Mosintuwu, sebagai ruang bersama untuk mengingat , menjaga dan merayakan pengetahuan dan alam Poso.
Kali pertama diselenggarakan pada 2016, festival ini bernama Festival Hasil Bumi. Penggantian nama dari Festival Hasil Bumi menjadi Festival Mosintuwu bertujuan untuk menguatkan akar kebudayaan dan visi festival sebagai sebuah gerakan kebudayaan; yaitu kebudayaan Mosintuwu, kebudayaan bekerjasama dengan bersolidaritas pada manusia dan alam

APA

Festival Mosintuwu adalah sebuah proklamasi kebudayaan dari masyarakat akar rumput desa atas kekuatan kebudayaan Mosintuwu yang memiliki pengetahuan, kearifan dalam hal pengelolaan alam dan kehidupan dengan nilai pombepatuwu, pombepotowe, pombetubunaka
Sebuah penguatan atas niat, mimpi dan imajinasi masyarakat desa dalam pengelolaan alam dan kehidupan yang bersolidaritas;
Sebuah ajakan untuk bersama-sama lintas generasi untuk kembali pada kebudayaan Mosintuwu , yaitu pombepatuwu, pombepotowe, pombetubunaka sebagai nilai-nilai hidup untuk membangun Poso.
Sebuah kebersamaan, gerak bersama lintas desa, lintas generasi, lintas agama dan suku untuk menciptakan perdamaian yang berkeadilan, kemakmuran dan mencapai kedaulatan.
***

Menjadi bagian dari Festival Mosintuwu adalah merupakan proses upaya merajut perjuangan bersama untuk menjaga ingatan sambil merawat perjuangan bagi kedaulatan.
Mengambil peran dalam Festival Mosintuwu adalah bersama-sama mengajukan konsep pembangunan berkelanjutan melalui Taman Bumi Poso

MENGAPA BUTUH FESTIVAL
Desa, adalah ruang terbentuknya peradaban dan kebudayaan dalam merespon keragaman geologi dan keanekaragaman hayati . Namun, produksi massal makanan instan telah menyingkirkan pangan lokal, menggusur tanah, merusak air, dan mengancam ekosistem desa lalu secara perlahan membunuh keberlangsungan kehidupan bumi. Ekspansi investasi telah merampas tanah, menguasai air, mengganggu ekosistem hutan, juga, menyingkirkan kebudayaan lokal yang arif dan bersahabat dengan alam.
Dibutuhkan ruang yang dibuat dan dikelola dengan sengaja, untuk mengingatkan terus menerus tentang kekayaan pangan lokal dari alam desa, tentang pengetahuan dari kebudayaan lokal dalam mengelola kehidupan yang adil dan selaras dengan alam. Dibutuhkan ruang yang cukup untuk desa, untuk perempuan, anak muda dan masyarakat desa berjumpa membincangkan situasi desa, sambil belajar dan berbagi pengetahuan dalam pengelolaan pangan dari kekayaan desa untuk saling menginspirasi. Ruang bertemu untuk menguatkan kebudayaan tana Poso dalam pengelolaan alam yang bersolidaritas.
Desa membutuhkan ruang untuk saling menguatkan , bekerjasama dan menemukan cara belajar dan bekerja yang menempatkan masyarakat desa bersama dengan alamnya bisa selaras. Juga, sebuah ruang yang memperlihatkan kekuatan , suara perempuan & masyarakat dalam desa untuk bukan hanya diakui dan menjadi salah satu penentu dalam pengelolaan desa. Ruang untuk menggelisahkan persoalan pengelolaan pangan lokal di desa. Dan, tentu saja, desa adalah tempat dimana perjuangan atas kedaulatan dimulai, perwujudan atas kemakmuran dikerjakan.