Festival Mosintuwu kembali digelar tahun ini tepatnya 31 Juli hingga 2 Agustus 2025 di Yosi, Kelurahan Pamona, Kecamatan Pamona Puselemba, Kabupaten Poso. Tahun ini tema yang diusung adalah Taman Bumi (Geopark).
Mengangkat tema “Taman Bumi Poso “ di Festival Mosintuwu adalah upaya untuk memperkenalkan dan menguatkan konsep pembangunan berkelanjutan di kawasan yang memiliki keragaman geologi, keanekaragaman hayati, dan kekayaan tradisi budaya.
Ini adalah tahun ke-6 gelarannya. Setiap tahun tema yang dipilih selalu berbeda.
Kali pertama diselenggarakan pada 2016, festival ini bernama Festival Hasil Bumi. Penggantian nama dari Festival Hasil Bumi menjadi Festival Mosintuwu bertujuan untuk menguatkan akar kebudayaan dan visi festival sebagai sebuah gerakan kebudayaan; yaitu kebudayaan Mosintuwu, kebudayaan bekerjasama dengan bersolidaritas pada manusia dan alam.
Tema “ Taman Bumi Poso” lahir dari proses bersama usulan Geopark Poso sebagai sebuah konsep pembangunan di Kabupaten Poso, dimana desa-desa menjadi ruang geraknya. Pemilihan tema ini didasarkan pada sebuah mimpi bersama tentang konsep semesta kehidupan di Kabupaten Poso dalam sebuah lingkup yang namanya Taman Bumi.
Sejak 2019, Institut Mosintuwu bekerjasama dengan para peneliti dan akademisi melakukan Ekspedisi Poso untuk menelusuri sejarah bumi yang ditinggali, keanekaragaman hayati, dan kekayaan tradisi budaya di Kabupaten Poso.
Perjalanan Ekspedisi Poso ini menemukan bentuk permukaan bumi Poso menggambarkan adanya jejak-jejak yang ditinggalkan oleh peristiwa pembentukan bumi di Pulau Sulawesi jutaan tahun yang lalu. Jejak-jejak ini terlihat pada situs-situs warisan geologi yang membentuk pola flora dan fauna dalam beradaptasi, berevolusi atau terkunci di wilayah kawasan Geopark Poso, serta mempengaruhi kebudayaan manusia. Pembentukan bumi di wilayah kawasan Geopark Poso secara tektonik yang mempengaruhi komponen ekosistem alam dan budaya di dalamnya yaitu geologi, biologi dan budaya. Berada tepat di tengah Pulau Sulawesi, menunjukkan pentingnya peran dan posisi kawasan Kabupaten Poso bagi wilayah lain di sekitarnya, termasuk di Indonesia dan dunia, baik secara geologi maupun keanekaragaman hayatinya.
Ekspedisi Poso kemudian menghasilkan usulan agar Kabupaten Poso menjadi kawasan Geopark atau Taman Bumi. Taman Bumi atau Geopark sebuah wilayah geografis tunggal atau gabungan, yang memiliki situs warisan geologi (Geosite) dan bentang alam yang bernilai, terkait aspek warisan geologi (Geoheritage), keragaman geologi (Geodiversity), keanekaragaman hayati (Biodiversity), dan keragaman budaya (Cultural diversity), serta dikelola untuk keperluan konservasi, edukasi, dan pembangunan perekonomian masyarakat secara berkelanjutan
Sejarah Festival Mosintuwu
Festival Mosintuwu adalah sebuah proklamasi kebudayaan dari masyarakat akar rumput desa atas kekuatan kebudayaan Mosintuwu yang memiliki pengetahuan, kearifan dalam hal pengelolaan alam dan kehidupan dengan nilai pombepatuwu, pombepotowe, pombetubunaka. Sebuah penguatan atas niat, mimpi dan imajinasi masyarakat desa dalam pengelolaan alam dan kehidupan yang bersolidaritas;
Sebuah ajakan untuk bersama-sama lintas generasi untuk kembali pada kebudayaan Mosintuwu , yaitu pombepatuwu, pombepotowe, pombetubunaka sebagai nilai-nilai hidup untuk membangun Poso.
Festival Mosintuwu berawal dari diskusi dan proses belajar bersama di kelas Sekolah Perempuan Mosintuwu, diikuti serangkaian pelatihan dan lokakarya tentang desa. Proses belajar bersama ini berlangsung sejak tahun 2010, di 80 desa/kelurahan di Kabupaten Poso dan Morowali diikuti 523 anggota sekolah perempuan, 750 anak-anak dan anak muda, 1000-an partisipasi masyarakat desa/kelurahan lainnya.
Ini dilanjutkan dalam kelas-kelas Sekolah Pembaharu Desa di 22 desa di Kabupaten Poso sejak tahun 2019 yang membicarakan dan mengelisahkan kembali konsep kemakmuran dan kedaulatan desa, serta perjalanan Ekspedisi Poso sejak 2019 , dan perjalanan kebudayaan yang memaknai ulang filosofi Pombepotowe, Pombepatuwu, Pombetubunaka manusia dan dengan alam.
Seluruh proses belajar bersama ini mendekatkan pengenalan atas bumi yang ditinggali, keanekaragaman hayati yang menghidupi, kekayaan tradisi dan budaya yang merespon alam dengan bijak. Pada akhirnya menghasilkan sebuah mimpi tentang masyarakat desa yang makmur, berdaulat secara ekonomi, sosial, budaya dan politik. Mimpi ini perlahan dikerjakan bersama dengan mengingat, menjaga sejarah dan kebudayaan yang hidup dari alam serta merayakannya.
Kekayaan alam desa dikelola dengan kearifan lokal misalnya pengelolaan Danau Poso melalui tradisi Mosango, Wayamasapi, Monyilo atau sistem pertanian seperti Mompaho.
Demikian juga, kehidupan masyarakat mengakar pada kebudayaan Pombepotowe, Pombepatuwu, Pombetubunaka misalnya Mesale, Mosintuwu, Molimbu. Sayangnya, globalisasi dan teknologi yang antara lain membawa produksi massal makanan oleh pabrik, mulai menggeser nilai-nilai Mosintuwu di Tana Poso. Ini mendorong hadirnya festival Mosintuwu, sebagai ruang bersama untuk mengingat , menjaga dan merayakan pengetahuan dan alam Poso.
Apa yang Berbeda Di Banding Tahun Sebelumnya?
Jika 5 festival sebelumnya berkonsentrasi pada penguatan desa dalam isu pangan, perempuan dan anak, adat tradisi dan bencana. Tahun ini festival mengajak sekolah-sekolah untuk bersama-sama mengajak murid-muridnya mengenal lingkungan disekitarnya. Sejumlah kegiatan di festival juga berfokus pada pelibatan pelajar secara langsung dalam semua kegiatan festival.
Beberapa kegiatan selama 3 hari antara lain :
Cerdas Cermat, Majalah Dinding, penulisan opini, Pidato dan dongeng.
Hingga 2 hari sebelum pelaksanannya, tercatat ada 20 SD, 8 SMP, 8 SMA yang ada di kecamatan Pamona Puselemba, Pamona Barat, Pamona Selatan, Pamona Utara, Pamona Timur, Pamona Tenggara.
Merayakan dan Menyebarkan Pengetahuan Kekayaan Alam di Taman Bumi Poso
Festival Mosintuwu tahun ini karena bertema Taman Bumi tentu menjadi salah satu ajang untuk mengenalkan sebagian dari kekayaan alam di Kabupaten Poso. Di kegiatan ini nantinya pengunjung bisa belajar mengenal apa saja yang ada dipermukaan dan dibawah perut bumi yang berusia jutaan tahun lampau yang membentuk bumi kita saat ini.
Karnaval/Soedeli
Karnval merupakan tradisi yang selalu membuka perayaan festival Mosintuwu. Kali ini tema karnaval adalah mengingat, merayakan keragaman geologi, keanekaragaman hayati, kekayaan tradisi budaya Poso.
Peserta karnaval adalah pelajar SD, SMP, SMA yang ada diwilayah sekeliling Danau Poso.
Ini menjadi ruang untuk mengekspresikan keragaman hayati, tradisi budaya, dalam berbagai bentuk dengan menampilkannya di jalan Kota Tentena, start dari Taman Kota menuju lokasi festival di Yosi, Kelurahan Pamona.
Karnaval ini menjadi ruang untuk mengajak masyarakat luas mengenal kembali bumi yang dipijak dengan segala kekayaan yang ada didalamnya.
Modulu-Dulu
Saling berbagi adalah salah satu pengikat erat komunitas yang hidup di Kabupaten Poso. Konsep hidup sehari-hari ini pun muncul dalam pangan lokal, melalui Modulu-dulu.
Modulu-dulu merupakan tradisi makan bersama warga desa di Kabupaten Poso khususnya di Lembah Bada. Saat Modulu-dulu, warga desa membawa makanan dari rumah masing-masing di tempat pertemuan / baruga desa.
Mereka akan duduk bersama-sama dalam lingkaran-lingkaran kecil yang terdiri dari 5 hingga 7 orang. Kelompok perempuan dan laki-laki akan dipisahkan dengan mempertimbangkan posisi / pola duduk yang berbeda. Saat Modulu-dulu dimulai, warga akan mengeluarkan makanan
yang dibawa dan kemudian dimakan bersama-sama. Saat makan bersama, berbagi cerita menjadikan proses makan terasa hangat.
Mendongeng/Laolita
Di Festival Mosintuwu, mari mendengarkan cerita rakyat melalui Molaolita. Molaolita merupakan cara orang Poso mendongeng atau menceritakan kisah , legenda, cerita rakyat dalam lantunan yang berbahasa Pamona.
Batuan yang misterius, flora dan fauna yang unik, lanskap yang menarik di kawasan Geopark Poso akan menjelma dalam sebuah kisah. Di sebuah ruang khusus, Topo Laolita atau pendongeng ( seorang penjelajah geopark Poso ) akan membacakan dongeng rakyat dan menceritakan legenda batuan, cerita tentang flora dan fauna dari kawasan Geopark Poso.
Di panggung festival, para siswa SD dan SMP akan bergantian menyampaikan dongeng , legenda, fabel yang menarik dan membawa pesan dari leluhur.
Modero
Festival Mosintuwu mempersembahkan kembalinya Modero, sebagai tarian yang merawat pesan-pesan persahabatan dalam syair-syair yang indah. Modero merupakan salah satu warisan tarian leluhur, dengan gerak melingkar, saling bergandengan tangan, dalam langkah dengan irama dua kali ke kanan dan satu kali ke kiri. Gerak tarian ini diiringi dengan gong dan gendang yang disertai nyanyian bersama dalam lingkaran dan lantunan kayori yang saling berbalasan.
Dalam 20 tahun terakhir, Modero telah mengalami perubahan gerak dan maknanya. Festival Mosintuwu bekerjasama dengan desa-desa akan menghadirkan kembali Modero klasik dalam gerak dan nyanyian bersama dalam gerakan melingkar, diiringi gong dan gendang serta kayori. Desa-desa akan membawa gong dan gendang, yang akan dimainkan bersama sebagai musik pengiring. Modero dilakukan bersama ratusan warga desa setelah Molimbu.
Mari mengalami dan merasakan kebersamaan dalam lingkaran Modero.
Museum Mini Geologi
Di Kawasan Geopark Poso, batuan membawa sejarah, membentuk kisah, menyampaikan cerita yang menakjubkan. Batuan membawa sejarah pembentukan bumi yang dipijak jutaan tahun yang lalu. Batuan membentuk kisah dari mana kita berasal, menyampaikan cerita bagaimana kita bergerak dalam zaman.
Museum Mini Geologi akan berisi sejumlah sampel batu-batuan yang dikumpulkan selama penjelajahan di 24 titik situs warisan geologi. Lewat sampel batuan ini, pengunjung bisa mengetahui bagaimana proses pembentukan bumi, pulau Sulawesi hingga bagaimana dan kapan Danau Poso terbentuk.
Selain melalui batuan sampel. Pengunjung juga akan melihat animasi proses geologi terbentuknya pulau Sulawesi dan Danau Poso.
Museum ini hadir lewat kolaborasi Tim Geologi Jelajah Geopark dengan para geolog dari Universitas Tadulako.
Museum Mini Akuatik Danau Poso
Danau Poso adalah 1 dari 10 danau purba di dunia, terbentuk jutaan tahun lalu. Danau Poso memiliki puluhan biota endemik. Festival Mosintuwu memperkenalkan keanekaragaman biota endemik Danau Poso dalam bentuk museum mini biota Poso. Kehadiran museum mini biota Danau Poso bermaksud memberikan pengetahuan dasar tentang biota dan kepentingan
kehadiran biota Danau Poso; mendorong dunia pendidikan untuk menjadikan biota endemik Danau Poso sebagai bagian dari kurikulum pendidikan; mendorong kesadaran masyarakat untuk menjaga biota endemik Danau Poso.
Museum mini biota Danau Poso akan dipamerkan dalam bentuk akuarium yang menghadirkan ikan-ikan endemik danau Poso. Para pengunjung bisa melakukan percakapan langsung dengan peneliti atau relawan museum mengenai biota Danau Poso, atau dapat juga membaca kartu informasi mengenai biota endemik danau Poso yang disediakan.
Menjelajah Lorong Waktu di Pameran Foto
Menangkap cerita batuan yang menyimpan kisah misterius jutaan tahun lalu. Menyingkap lanskap bumi yang sebenarnya terus bergerak senyap. Membekukan kecepatan gerak fauna yang malu-malu nampak atau, menyimak ekspresi penjelajah pada kisah misterius bumi.
Melalui rekaman kamera para penjelajah geopark Poso akan membawa pengunjung Festival Mosintuwu menyaksikan dan merasakan juga menikmati penjelajahan lorong waktu Geopark Poso.
Galeri Kupu-Kupu
Di festival akan ada galeri Kupu-Kupu. Pengunjung bisa melihat aneka ragam kupu-kupu endemik yang hanya ada di wilayah ini. Bagaimana proses perkembangannya, mulai dari ulat hingga berubah menjadi kupu-kupu seperti yang kita lihat saat ini.
Di galeri ini, para pengunjung, dapat mengenal, menikmati keindahan dan mendapatkan pengetahuan tentang peran penting kupu-kupu bagi kelangsungan seluruh makhluk.
Galeri kupu-kupu dipersembahkan oleh Komunitas Peneliti dan peminat kupu-kupu dari komunitas Kalibamba yang berdomisili di Kota Palu.
Lukisan Bumi
Di bagian ini, pengunjung bisa menikmati karya visual yang penuh makna dari pengalaman batin pelukis yakni Lampurio dan beberapa seniman lainnya yang turut berkolaborasi.
Setiap bentuk, warna, dan garis adalah ingatan visual atas jejak-jejak yang dimaknainya pada lanskap alam yang menyimpan pesona, kekayaan budaya, sejarah, dan legenda yang mengajarkan kearifan serta keselarasan hubungan antar manusia, alam an sang pencipta.
Taman Baca
Puluhan buku akan membawa pembaca pengunjung Festival Mosintuwu menelusuri konteks ruang dan waktu, masa lalu hingga masa depan , bertemu ragam karakter yang unik dalam serangkaian cerita yang mengeksplorasi imajinasi tentang siapa dan bagaimana kita dalam masa yang sedang bergulir .
Peserta
Festival ini terbuka bagi siapa saja yang mau bersama-sama dalam gerakan mewujudkan Taman Bumi Poso. Secara khusus, Festival Mosintuwu menghadirkan siswa-siswi dari berbagai sekolah SD, SMP, SMA di wilayah Pamona Utara, Pamona Puselemba, Pamona Barat, Pamona Selatan, Pamona Tenggara dan Pamona Timur, yang berpartisipasi dalam festival pada Kompetisi Antar Sekolah.
Lokasi Festival
Yosi, Kelurahan Pamona, Kecamatan Pamona Puselemba, Kabupaten Poso.
Contact Person :
Pian Siruyu 081354326225